Pembuatan
Koloid (Campuran 2 Fasa)
Pengertian koloid adalah campuran heterogen dari dua zat
atau lebih di mana partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm
terdispersi (tersebar) merata dalam medium zat lain. Zat yang terdispersi
sebagai partikel disebut fase terdispersi, sedangkan zat yang menjadi medium
mendispersikan partikel disebut medium pendispersi.
Secara
makroskopis, koloid terlihat seperti larutan, di mana terbentuk campuran homogen dari zat terlarut
dan pelarut. Namun, secara mikroskopis, terlihat seperti suspensi, yakni
campuran heterogen di mana masing-masing komponen campuran cenderung saling
memisah.
Warna pada cat berasal dari warna pigmen yang sebenarnya tidak
larut dalam air ataupun medium pelarut lainnya. Namun demikian, cat terlihat
seperti campuran yang homogen layaknya larutan garam dan bukan seperti campuran
heterogen layaknya campuran pasir dengan air. Hal ini terjadi sebagaimana cat
merupakan sistem koloid dengan pigmen terdispersi dalam air atau medium pelarut
cat lainnya.
Jenis-jenis
Koloid
Sistem koloid
dapat dikelompokkan berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersinya.
Berdasarkan fase terdispersi, jenis koloid ada tiga, antara lain sol (fase
tersispersi padat), emulsi (fase terdispersi cair), dan buih (fase terdispersi
gas). Koloid dengan fase pendispersi gas disebut aerosol.
Berdasarkan
fase terdispersi dan pendispersinya, jenis koloid dapat dibagi menjadi 8
golongan seperti pada tabel berikut.
Fase Terdispersi
|
Fase Pendispersi
|
Jenis Koloid
|
Contoh Koloid
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Kabut, awan, hair spray
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol
|
Asa, debu di udara
|
Gas
|
Cair
|
Buih
|
Buih sabun, krim kocok
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu, santan, mayonnaise
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Sol emas, tinta, cat, pasta gigi
|
Gas
|
Padat
|
Buih padat
|
Karet busa, Styrofoam, batu apung
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat (gel)
|
Margarin, keju, jelly, mutiara
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Gelas berwarna, intan hitam
|
Sifat-sifat Koloid
1. Efek Tyndall
2. Gerak Brown
3. Muatan koloid
a. Adsorpsi
b. Elektroforesis
4. Koagulasi
1. Pembuatan Koloid Dengan Cara Kondensasi
2. Pembuatan Koloid Dengan Cara Dispersi
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang air dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya. Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum diolah), namun pada dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid tidak dapat diendapkan dengan cara itu. Pada tahap kedua, setelah suspense kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi(II)sulfat, besi(III)klorida, dan klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5. Pada tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut. Pada tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2). |
Ketika seberkas cahaya diarahkan
kepada larutan, cahaya akan diteruskan. Namun, ketika berkas cahaya diarahkan
kepada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Efek penghamburan cahaya oleh
partikel koloid ini disebut efek Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk
membedakan sistem koloid dari larutan. Penghamburan cahaya ini terjadi karena
ukuran partikel koloid hampir sama dengan panjang gelombang cahaya tampak (400
– 750 nm).
Secara
mikroskopis, partikel-partikel koloid bergerak secara acak dengan jalur
patah-patah (zig-zag) dalam medium pendispersi. Gerakan ini disebabkan oleh
terjadinya tumbukan antara partikel koloid dengan medium pendispersi. Gerakan
acak partikel ini disebut gerak Brown. Gerak Brown membantu menstabilkan
partikel koloid sehingga tidak terjadi pemisahan antara partikel terdispersi
dan medium pendispersi oleh pengaruh gaya gravitasi.
Partikel koloid dapat menyerap
partikel-partikel lain yang bermuatan maupun tidak bermuatan pada bagian
permukaannya. Peristiwa penyerapan partikel-partikel pada permukaan zat ini
disebut adsorpsi. Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion-ion dari medium
pendispersinya sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan listrik. Jenis
muatannya bergantung pada muatan ion-ion yang diserap. Sebagai contoh, sol
Fe(OH)3 dalam
air bermuatan positif karena mengadsorpsi ion-ion positif, sedangkan sol As2S3 bermuatan negatif karena mengadsorpsi
ion-ion negatif.
Partikel
koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel
koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik di
mana partikel bermuatan bergerak ke arah elektrode dengan muatan berlawanan ini
disebut elektroforesis. Koloid bermuatan positif akan bergerak ke arah elektrode
negatif, sedangkan koloid bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektrode
positif. Oleh karena itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis
muatan koloid dan juga untuk memisahkan partikel-partikel koloid berdasarkan
ukuran partikel dan muatannya.
Muatan listrik sejenis dari partikel-partikel
koloid membantu menstabilkan sistem koloid. Jika muatan listrik tersebut hilang, partikel-partikel koloid
akan menjadi tidak stabil dan bergabung membentuk gumpalan. Proses pembentukan
gumpalan-gumpalan partikel ini disebut koagulasi. Setelah gumpalan-gumpalan ini
menjadi cukup besar, gumpalan ini akhirnya akan mengendap akibat pengaruh
gravitasi. Koagulasi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1. mekanik, yakni dengan pengadukan,
pemanasan atau pendinginan;
2. menggunakan prinsip
elektroforesis, di mana partikel-partikel koloid bermuatan negatif akan
digumpalkan di elektrode positif dan partikel-partikel koloid bermuatan positif
akan digumpalkan di elektrode negatif jika dialirkan arus listrik cukup lama;
3. menambahkan elektrolit, di mana
ion positif dari elektrolit akan ditarik partikel koloid bermuatan negatif dan
ion negatif dari elektrolit akan ditarik partikel koloid bermuatan positif
sehingga partikel-partikel koloid dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki
muatan berlawanan dengan lapisan pertama. Apabila jarak antara kedua lapisan
tersebut cukup dekat, muatan partikel koloid akan menjadi netral sehingga
terjadilah koagulasi. Semakin besar muatan ion dari elektrolit, proses
koagulasi semakin cepat dan efektif;
4. menambahkan koloid lain dengan
muatan berlawanan, di mana kedua sistem koloid dengan muatan berlawanan akan
saling tarik-menarik dan saling mengadsorpsi sehingga terjadi koagulasi.
Koagulasi
dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung, yakni suatu koloid yang
berfungsi menstabilkan partikel koloid yang terdispersi dengan membungkus
partikel tersebut sehingga tidak dapat saling bergabung membentuk gumpalan.
Pada cara ini,
partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung menjadi partikel-partikel
yang lebih besar (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:
Reaksi redoks Contoh: pembuatan sol belerang
2H2S(g) + SO2(aq) → 3S(koloid)
+ 2H2O(l)
Hidrolisis Contoh: pembuatan sol Fe(OH)3 dengan
menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air mendidih
FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
Dekomposisi rangkap Contoh: pembuatan sol AgCl
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)
Penggantian pelarut Contoh: bila
larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu
koloid berupa gel
Pada cara ini, partikel-partikel besar
(partikel suspensi) dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
(partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui
Cara mekanik
Pada cara ini, butiran-butiran kasar digerus ataupun
digiling dengan penggiling koloid hingga tingkat kehalusan tertentu lalu diaduk
dalam medium pendispersi. Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan menggerus
serbuk belerang bersama-sama dengan gula pasir, kemudian serbuk yang sudah
halus tersebut dicampur dengan air.
Cara peptisasi
Pada cara ini, partikel-partikel besar
dipecah dengan bantuan zat pemeptisasi (pemecah). Contoh: endapan Al(OH)3 dipeptisasi
oleh AlCl3; endapan NiS oleh H2S; dan agar-agar
dipeptisasi oleh air.
Cara busur Bredig
Cara ini
digunakan untuk membuat sol-sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Logam yang akan
dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam medium
pendispersi lalu kedua ujung elektroda diberi loncatan listrik.
3. Koloid dan aplikasinya sehari-hari
a.
Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan
partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut pengendap
cottrel. Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan
koloid sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan
partikel berbahaya. Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan
melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000
sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul molekul
dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan.
Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada electrode
yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua
tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali
debu yang berharga (misalnya debu logam).
b. Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau
hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam
cairan. Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer).
Partikel karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah
karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet menggumpal dan terpisah dari medium
pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan
asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan
merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion
H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci
lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi
karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain, misalnya pembuatan balon
dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud
cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet
dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan ammonia yang bersifat basa
melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam
sehingga sol tidak menggumpal.
c.
Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel
koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan
dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal
ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan
demikian pada akhir proses pada kantung hanya tersisa koloid saja. Dengan
melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun
seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah
yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.
d.
Penjernihan air
e.
Sebagai deodorant
Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi
atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi
kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.
f.
Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus
dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk
kapsul.
g.
Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa
padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya
dibuat berupa koloid dengan tertentu.
h.
Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam proses
pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau
detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan
mengemulsikan minyak dalam air sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau
minyak dapat dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air
Fahmi Eksa Sagita (12630027)